Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar Asy’ariyyah yang merupakan
pandangan Imam Abul Hasan Al Asy’ari. Prinsip-prinsip ini disebutkan oleh Prof.
Dr. Qahthan Abdurrahman Ad Dauri dalam kitabnya “Al Aqidah Al Islamiyyah Wa
Madzahibuha” halaman 183-193. Kitab ini diterbitkan oleh Kitab-Nasyirun
Beirut pada tahun 1433H/2012M.
1.
Menetapkan sifat-sifat
Allah yang terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
Sifat-sifat ini melekat pada Dzat Allah SWT, tidak
menyerupai sifat makhluknya dan merupakan sifat yang azali.
2.
Allah merupakan pencipta
yang hakiki.
Allah tidak bersekutu dengan sesuatupun dalam penciptaan
makhluk. Seluruh perbuatan seseorang adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah
SWT. Perbuatan ini merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang (kasb). Karena adanya
kemampuan ini, seseorang dibebani hukum syara’ (taklif), sehingga ada balasan
pahala dan siksa dari Allah SWT.
3.
Ukuran kebaikan dan keburukan
adalah syariat.
Kebaikan merupakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah
dan keburukan merupakan hal-hal yang dilarang oleh Allah.
4.
Perbuatan Allah tidak ditanyakan
sebab/alasannya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya’ ayat 23. “Dia
tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, akan tetapi merekalah yang akan
ditanyai.”
5.
Sesuatu yang ada (wujud), sah
untuk dilihat.
Allah itu ada (wujud) sehingga sah untuk dilihat.
Berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah, orang-orang mukmin akan
melihat Allah kelak di akhirat.
6.
Mengenai ayat dan hadits
yang seolah-olah menyerupakan Allah dengan Makhluknya, ada dua pendapat :
a.
Tanpa takwil: Allah mempunyai
tangan yang melekat pada Dzat-Nya yang Maha Mulia, akan tetapi bukan tangan
dalam arti anggota badan seperti tangan makhluk. Tangan-Nya adalah sifat-Nya.
Demikian juga tentang wajah-Nya. Tangan dan wajah merupakan sifat yang wajib
ditetapkan. Sifat bersemayam/istiwa’ dan turun/nuzul merupakan sifat-Nya.
Istiwa’ merupakan perbuatan yang dilakukan-Nya terhadap arsy.
b.
Takwil: Menafsirkan lafal
kepada suatu makna yang dikandung oleh lafal itu. Dalam hal ini, tangan
ditafsirkan sebagai kekuatan.
Asy’ariyyah/Asya’iroh terbagi
dalam dua pendapat ini, ada yang mentakwil dan ada yang tidak.
7. Iman adalah membenarkan dengan hati.
7. Iman adalah membenarkan dengan hati.
Adapun menetapkan dengan lisan dan beramal dengan
perbuatan merupakan cabang iman. Karena itu, orang yang telah membenarkan
dengan hati, dia disebutsebagai mukmin (orang beriman).
8.
Seorang mukmin yang
bertauhid tetapi mengerjakan dosa besar, jika meninggal sebelum bertaubat, maka
hukumnya diserahkan kepada Allah.
Bisa jadi Allah mengampuninya atau Rasulullah SAW
memberikan syafaat kepadanya. Bisa jadi Allah mengadzabnya, setelah itu
memasukkannya ke surga. Seorang mukmin tidak akan kekal di neraka. Seorang
fasik adalah mukmin dengan keimanannya, akan tetapi fasik karena perbuatan
dosanya.
9.
Rasulullah SAW mempunyai
syafa’at.
Syafaat Rasulullah SAW, yang diberikan terhadap orang
mukmin yang seharusnya disiksa, dikabulkan oleh Allah. Syafaat ini tidak
diberikan kepada orang yang tidak diridhoi-Nya.
10.
Tidak mengkafirkan ahli
kiblat.
Seseorang yang tetap melaksanakan sholat dengan menghadap
ke ka’bah, maka dia adalah seorang muslim yang tidak boleh dikafirkan. Kecuali
seseorang yang melakukan dosa besar dengan keyakinan bahwa hal itu halal dan
tidak haram, maka dia kafir.
11.
Pengambilan dalil dalam hal
aqidah menggunakan naql (dalil) dan akal secara bersamaan.
Akal digunakan untuk membantu memahami dhohir nash, bukan
sebagai hakim atas nash.
Artikel lain :
101 Ciri Ahlussunnah wal Jama'ah
Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah
Tawassul dan Istighotsah yang Syar'i
Mensucikan Allah dari Arah dan Tempat
Pentingnya Sanad
Artikel lain :
101 Ciri Ahlussunnah wal Jama'ah
Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah
Tawassul dan Istighotsah yang Syar'i
Mensucikan Allah dari Arah dan Tempat
Pentingnya Sanad
Seikh ulin kapan di posting terjemah minhajuttolibin jilid 2 nya. . ...
BalasHapus