Para ulama berbeda pendapat mengenai
pengertian istilah ‘salaf’. Imam Nawawi menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
salaf adalah: Generasi sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in. Secara umum,
seluruh firqah dalam Islam selalu menyandarkan pendapat-pendapat mereka kepada
ulama salafus shalih.
Kaum salafi mengambil kata ini
sebagai identitas untuk menyebut suatu kelompok pengikut imam Ahmad bin Hanbal
(Hanabilah) yang mulai muncul pada abad ke-4 hijriah. Mereka banyak membahas
tentang tauhid, takwil dan tasybih. Mereka menyandarkan pendapat-pendapat
mereka kepada Imam Ahmad bin Hanbal yang telah menghidupkan aqidah salaf. Namun
sebagian mereka – seperti Al Qadhi Abu Ya’la (w. 458 H)[bukan Abu Ya’la pemilik
kitab Musnad] dan Ibnu Zaghuni (w. 527 H) – memiliki pendapat yang diingkari
oleh ulama Hanabilah yang lain. Ibnul Jauzi menyusun kitab “Daf’u syubhah at
tasybih” untuk membantah pendapat-pendapat itu dan mengingkari penyandaran
pendapat tersebut kepada Imam Ahmad.
Pada periode berikutnya, madzhab
salafi ini diperbarui oleh Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan muridnya Ibnu Qayyim
Al Jauziyyah (w. 751 H). Setelah itu diperbarui lagi oleh Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab (w. 1206 H) di Saudi Arabia. Madzhab ini kemudian diterima oleh
sebagian ulama Islam di berbagai negara.
PEMIKIRAN SALAFI
1.
Aqidah, dalil-dalilnya, hukum-hukum
dan apa yang terkait dengannya secara umum dan terperinci harus diambil dari Al
Qur’an dan As Sunnah.
2.
Membagi tauhid menjadi tiga
macam: rububiyyah, uluhiyyah dan asma’ wa shifat. (sebagaimana disebutkan oleh
Ibnu Taimiyyah).
Tauhid Rububiyyah.
Tauhid rubiyyah adalah ikrar bahwa Allah SWT adalah Pencipta
segala sesuatu, Pemelihara dan Pemberi rezeki. Tauhid ini diakui oleh seluruh
orang kafir musyrik, akan tetapi orang musyrik melakukan kesyirikan dalam
tauhid uluhiyyah.
Tauhid Uluhiyyah.
Tauhid uluhiyyah bermakna: beribadah hanya kepada Allah Yang
Esa serta tidak menyekutukan-Nya. Dari pengertian ini, Ibnu Taimiyyah
berpendapat:
a.
Tidak boleh bertaqarrub
kepada Allah (ngalap berkah) melalui orang-orang sholih atau para wali.
b.
Tidak boleh beristighotsah
dan bertawassul dengan orang yang sudah meninggal.
c.
Tidak boleh ziyarah ke
makam para Nabi dan orang sholih dengan tujuan taqarrub dan ngalap berkah.
Tauhid Asma wa Shifat.
Yang dimaksud adalah: mensifati Allah sesuai dengan yang disifatkan
oleh Allah sendiri dan oleh Rasul-Nya tanpa tahrif (penyelewengan makna), ta’thil
(peniadaan), takyif(perincian bentuknya) dan tamtsil(penyerupaan). Sifat-sifat
Allah yang terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah ditetapkan (itsbat) tanpa
takwil dan tanpa tafsir selain dari makna dhahirnya.
Akan tetapi, para ulama membantah
pendapat-pendapat Ibnu Taimiyyah tersebut.
[diringkas dari Kitab ‘Al Aqidah al
Islamiyyah wa Madzahibuha’, Prof. Dr. Qahthan Abdurrahman ad Dauri, hlm. 210-225].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar