Jumat, 23 Maret 2018

Salafi sebagai Madzhab Aqidah



Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian istilah ‘salaf’. Imam Nawawi menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan salaf adalah: Generasi sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in. Secara umum, seluruh firqah dalam Islam selalu menyandarkan pendapat-pendapat mereka kepada ulama salafus shalih.

Kaum salafi mengambil kata ini sebagai identitas untuk menyebut suatu kelompok pengikut imam Ahmad bin Hanbal (Hanabilah) yang mulai muncul pada abad ke-4 hijriah. Mereka banyak membahas tentang tauhid, takwil dan tasybih. Mereka menyandarkan pendapat-pendapat mereka kepada Imam Ahmad bin Hanbal yang telah menghidupkan aqidah salaf. Namun sebagian mereka – seperti Al Qadhi Abu Ya’la (w. 458 H)[bukan Abu Ya’la pemilik kitab Musnad] dan Ibnu Zaghuni (w. 527 H) – memiliki pendapat yang diingkari oleh ulama Hanabilah yang lain. Ibnul Jauzi menyusun kitab “Daf’u syubhah at tasybih” untuk membantah pendapat-pendapat itu dan mengingkari penyandaran pendapat tersebut kepada Imam Ahmad.

Pada periode berikutnya, madzhab salafi ini diperbarui oleh Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan muridnya Ibnu Qayyim Al Jauziyyah (w. 751 H). Setelah itu diperbarui lagi oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (w. 1206 H) di Saudi Arabia. Madzhab ini kemudian diterima oleh sebagian ulama Islam di berbagai negara.

PEMIKIRAN SALAFI
1.       Aqidah, dalil-dalilnya, hukum-hukum dan apa yang terkait dengannya secara umum dan terperinci harus diambil dari Al Qur’an dan As Sunnah.
2.       Membagi tauhid menjadi tiga macam: rububiyyah, uluhiyyah dan asma’ wa shifat. (sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah).

Tauhid Rububiyyah.
Tauhid rubiyyah adalah ikrar bahwa Allah SWT adalah Pencipta segala sesuatu, Pemelihara dan Pemberi rezeki. Tauhid ini diakui oleh seluruh orang kafir musyrik, akan tetapi orang musyrik melakukan kesyirikan dalam tauhid uluhiyyah.

Tauhid Uluhiyyah.
Tauhid uluhiyyah bermakna: beribadah hanya kepada Allah Yang Esa serta tidak menyekutukan-Nya. Dari pengertian ini, Ibnu Taimiyyah berpendapat:
a.    Tidak boleh bertaqarrub kepada Allah (ngalap berkah) melalui orang-orang sholih atau para wali.
b.    Tidak boleh beristighotsah dan bertawassul dengan orang yang sudah meninggal.
c.     Tidak boleh ziyarah ke makam para Nabi dan orang sholih dengan tujuan taqarrub dan ngalap berkah.

Tauhid Asma wa Shifat.
Yang dimaksud adalah: mensifati Allah sesuai dengan yang disifatkan oleh Allah sendiri dan oleh Rasul-Nya tanpa tahrif (penyelewengan makna), ta’thil (peniadaan), takyif(perincian bentuknya) dan tamtsil(penyerupaan). Sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah ditetapkan (itsbat) tanpa takwil dan tanpa tafsir selain dari makna dhahirnya.

Akan tetapi, para ulama membantah pendapat-pendapat Ibnu Taimiyyah tersebut.
[diringkas dari Kitab ‘Al Aqidah al Islamiyyah wa Madzahibuha’, Prof. Dr. Qahthan Abdurrahman ad Dauri, hlm. 210-225].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar